this is a story of a sun kingdom in a land of Cavoria, the colourful life of their warriors. a story that would engulfed the readers in no time.

Rabu, 22 Juli 2009

1

“Hector, ayun pedangmu lebih keras ! Hades, jangan takut untuk menghunuskan pedangmu ! Yemima, perkuat genggamanmu ! Mana kuda-kuda yang mau dipakai untuk berlatuh ? Bagian memanah, ayo latihan ! Gabriella aku selalu mengawasimu, kerja yang bagus !” Arthur, pimpinan jendral, memberi masukan kepada semua muridnya. “Hector, ayunkan pedangmu layaknya laki-laki ! Contohlah kesigapan Hades dan ketangkasan Yemima ! Bagaimana nanti kalau kau menjadi raja Suncreano ? Bisa-bisa hancur !” teriak Arthur berturut-turut menegur Hector, putra mahkota kerajaan Suncreano ini. “Hah, ayah ini, santailah sedikit…” Ruffalo, putra Arthur, menghampiri ayahnya untuk memberikan minum. “Ah ya, terima kasih.” sahut Arthur, “Hei ! Mengapa kau santai-santai seperti ini, nak ! Seharusnya kan kau berlatih ! Bagaimana nanti saat kau menggantikanku ?” emosi Arthur yang labil kembali beraksi. “ Aku sedang menemani Kirlia berlatih sihir ayah, seperti yang kau minta.” Ruffalo membela diri. “Baiklah, tapi jangan lupa untuk latihan dasar setelah itu dan berlatih pedang sambil berkuda. Jaga adikmu itu jangan samapi ia belajar sihir terlalu jauh.” lanjut Arthur. Padahal menjadi pengganti Merlin, penyihir kerajaan Suncreano, merupakan cita-cita Kirlia. Bahkan diam-diam dia kerap kali meminjam buku Merlin tanpa sepengetahuan siapapun dan berlatih di Bracillo meadow. Hanya Ruffalo yang tahu, dan sayang sekali Kirlia tidak ingin ia memberitahukan siapapun, termasuk ayah mereka sendiri. Sebenarnya tak heran Kirlia menaruh minat besar terhadap bidang itu, karena neneknya sendiri adalah seorang penyihir, jadi darah penyihir mengalir di tubuhnya.

Saat Arthur kembali fokus ke pelatihan pedang, ia menemukan Hector bermain kasar dan terlalu membuang tenaga. “Hector, jangan buang-buang tenagamu ! Tidak ada gunanya serangan-serangan yang kau lakukan itu. Yemima saja lebih bisa mengontrol kekuatannya darimu !” Mendengar Arthur meneriakinya lagi, Hector dengan rasa marah bercampur malu meneriaki Arthur. “Hah ! Cukup Arthur ! Sudah lelah aku mendengar teriakanmu sepanjang hari ini ! Mentang-mentang jendral ! Terserah aku mau bermain pedang seperti apa !” Hector memang keras kepala. Sudah tak terhitung dia menentang dan memarahi kembali semua guru pedang di kerajaan ini. Hanya Arthurlah yang tidak segan-segan tetap memarahinya. “Hm. Baiklah. Terserah kau kalau sudah merasa hebat.” Kata Arthur dengan penuh ketenangan dan tanpa ekspresi.
“Kenapa ? Kau menantangku ? Mau beradu pedang denganku ?” tantang Hector dengan penuh kepercayaan diri. Suasana di Bracillo meadowpun meramai. Wanita-wanita yang sedang menyiapkan makanan dan prajurit-prajurit yang berlatih, berhenti sejenak untuk manyaksikan tontonan ini. Memang, tak jarang duel seperti ini terjadi. Tapi jarang-jarang ada yang berani menantang langsung jendral Suncreano.
“Haaah. Anak itu tak berubah. Memang sih, sudah cukup lama dia tidak menantang Arthur lagi. Kukira luka-luka yang dia dapat cukup untuk membuatnya kapok.” Kata Yemima saat Gabriella berjalan mendekatinya. “Nanti juga akan ada saatnya dimana dia tidak sebodoh ini lagi, Yemima. Jadi nikmati saja dulu.” Kata Gabriella sambil tersenyum geli.

Sementara di tengah Bracillo meadow keadaan makin memanas. Karena sepertinya Arthur menerima tantangan Hector.
“Baiklah. Serang aku Hector.”
“Bersiaplah, ‘Jendral’ Arthur.” Kata Hector tersenyum.
Dengan kepercayaan diri yang sangat besar, Hector melaju ke arah Arthur sambil mengayunkan pedangnya. Arthur sama sekali tidak menyiapkan kuda-kuda khusus dalam menyambut Hector. Hector hendak menghunuskan pedangnya ke perut kanan Arthur saat ia menangkisnya dengan gagang pedang saja. Arthur menonjokan gagang pedang itu kepada pipi kanan Hector hingga ia jatuh. Tetapi Hector dengan cepat bangkit dan bersiap menerjang Arthur sambil mengayunkan pedang yang ia genggam di tangan kanannya. Saat mendekati Arthur ia mengangkat lengannya bersiap menebas dada Arthur. Tetapi serangan itu ditahan oleh Arthur. Ia menahannya dan kemudian ia memutar pedangnya sehingga pedang Hector jatuh dan menyayat bahu kiri Hector. Terjatuh bersama dengan pedangnya, kemarahan Hector membangkitkannya. Ia memungut pedangnya dan berjalan menjauh dari Bracillo meadow.