this is a story of a sun kingdom in a land of Cavoria, the colourful life of their warriors. a story that would engulfed the readers in no time.

Rabu, 31 Maret 2010

9

"Jadi... Kau sudah mengantarnya sampai ke istana?" Ruffalo berkata dengan nada tidak sabar sambil mengetukkan kakinya ke tanah.
"Ya..." Hector menjawabnya dengan malas.
"Kau mengantarnya sampai ke Cornelia?" suara Ruffalo medesak Hector.
"Ya, Ruffalo! Ya! Tenanglah sedikit!" Hector mulai menaikkan nada bicaranya.

Ruffalo tersenyum geli, "Seorang anak kecilpun tahu untuk berhati-hati saat berhubungan dengan Pangeran Penakluk sepertimu, Hector. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang kakak."
"Ya, ya, ya. Bernapaslah sesaat, Ruf. Dan aku tidak seburuk yang mereka katakan..." kata Hector sambil mengeluarkan senyum misteriusnya.

"Kau tidak boleh bermain-main dengan yang satu ini, Hector." Ruffalo menatap mata Hector dan menjejakan kakinya ke tanah. Tertawa kecil, Ruffalo melanjutkan, "Lebih baik kita ke Bracillo secepatnya. Kujamin Lancelot dan Hades sudah bosan menunggu." Merekapun beranjak dari istal dan berlari turun ke Bracillo Meadow.







"Apa yang membuat kalian datang begitu lama? Yemima saja bisa bersiap-siap lebih cepat dari kalian." kata Lancelot saat melihat Ruffalo dan Hector datang.
"Kalau kalian masih ingin mengisi kebutuhan perut kalian, lebih baik bergerak cepat." kata Hades yang sudah berjalan lebih dahulu.

Merekapun mulai menyusuri malam yang sunyi itu.

Senin, 29 Maret 2010

8

"Ruffalo? Mengapa kau ada disini?" Gabriella menghampiri Ruffalo yang berada di istal. Leonidas dengan pelan mengikuti Gabriella dari belakang berkata, "Untuk apa kita kesini, Gabriella?"

Ruffalo keluar dari dalam istal dan melihat Gabriella yang bersama dengan Leonidas."Selamat malam, Putri. Saya sedang melihat keadaan Zeit." Zeit adalah kuda Ruffalo yang berwarna abu-abu kecoklatan. Ruffalo yang menyadari kehadiran Leonidas pun menyapa, "Selamat malam, pangeran." kata Ruffalo sambil menganggukan kepalanya.

"Leonidas, dia adalah... sahabatku, Ruffalo." kata Gabriella memperkenalkan Ruffalo. Leonidas membalas Ruffalo dengan senyuman kecut, anggukan kecil dan tatapan yang... merendahkan.

"Cornel sudah mencari kita semua, kau tidak mau ketinggalan masakan Cornelia, kan?" Kata Gabriella mengingatkan Ruffalo akan makan malam. "Aku akan segera menyusul, Putri. Aku sedang menunggu Hector." "Baiklah. Kami tunggu kalian di meja makan." Gabriella berkata dengan penuh keriangan sambil beranjak dari istal.

Beberapa langkah setelah meninggalkan istal, Leonidas bertanya. "Siapa orang yang ada di istal tadi, Gabriella? Ruffel? Ruffard? Oh! Ruffalo!" seru Pangeran.
"Dia adalah putra Arthur satu-satunya, pangeran." Kata Gabriella yang tersenyum hangat. Leonidas hanya mengangguk seadanya,
"Arthur? Jadi, dapat dipastikankah bahwa dia memiliki talenta yang sama dengan pemimpin pasukan Matahari ini?"

"Tentunya tidak dapat diragukan!" Gabriella mengangguk dengan penuh semangat.

Jumat, 26 Maret 2010

7

"Kirlia? Kirlia?!" dalam sekejap, Hector panik.
Hector langsung beranjak dari duduknya.
Sang pangeran melihat keseleruhan pantai Seichna.

Seichna adalah pantai kecil yang terletak di pelosok Suncreano. Dibandingkan pantai Arckageigh yang ramai, luas dan lebih mudah diakses.
Walau begitu, keindahan Seichna telah mengalihkan perhatian Hector dari Arckageigh.
Dan sekarang, dalam hitungan detik, Hector hanya ditemani Seichna seorang.


Tiba-tiba dengan uniknya, angin mengitari sekelilingnya dan gulungan ombak kecil menghampiri kakinya.
"Kirlia. Jangan bermain-main." suara Hector menegang seiring angin yang mengibasi rambutnya. Angin tersebut bertambah kencang dan menghembuskannya ke wajahnya dalam seketika.
Beberapa saat kemudian, derap kaki kuda mengisi telinganya.
"Hector! Jangan diam saja! Waktu makan malam hampir tiba." Kirlia, yang sedang memegang tali kekang Versil, dengan santai membangunkan Hector dari kepanikannya.
Senyum polos mengembang di wajah Kirlia.

Menggelengkan wajah dengan kesal, Hector mengejar Versil yang sudah berputar arah, menuruti Kirlia.

Selasa, 23 Maret 2010

6

Tidak ada yang tahu kenapa tempat ini selalu diselimuti kegelapan. Sekuat-kuatnya matahari memancarkan sinarnya, kegelapan tetap ada. Satu-satunya suara dalam ruangan itu hanyalah gema langkah kaki.

"Siria. Berhentilah mengitari ruangan ini." Suara lelaki yang berat dan penuh otoriter menghentikan suara langkah itu.
"Aku hanya ingin tahu apa yang akan terjadi nanti. Aku tahu aku telah menyetujuinya, tetapi..." Siria berkata dengan lirih.





"Selamat sore, Putri Gabriella." Ucap pangeran Leonidas sambil mengecup tangan sang Putri. Mengangguk dan tersenyum kecil, Gabriella membungkuk, "Suatu kehormatan untuk dapat menemani Pangeran Leonidas melewati sore ini."
"Kehormatan yang sama ada padaku." Leonidas berkata sambil membantu Gabriella menyusuri tangga.

Percakapan santai dan kasual mengiringi malam Leonidas dan Gabriella. Batin Gabriella menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang menyenangkan.
"Sudahkah saatnya kita kembali untuk makan malam, Gabriella?" Tanya Leonidas sambil menyusuri padang rumput Bracillo.
"Ya, sebentar saja kita terlambat dan Cornelia tidak akan memberikan kita hidangan utama." Gabriella tertawa kecil.

Perlahan Leonidas membawa Gabriella kembali ke istana dengan menggenggam tangan sang putri. Mereka melewati gudang perkakas, tempat peristirahatan dan istal.
Dari jauh dapat terlihat ada cahaya lentera di istal dan Gabriella tahu persis siapa yang ada disana.

Senin, 22 Maret 2010

5



Deg. Jantung Gabriella berdetak.
Oh sial, kutuknya dalam hati.

"Putri, apakah anda sudah siap? Pangeran Leonidas ingin bertemu dengan mu." pengawal pribadi Putri Gabriella mengumumkan hal tersebut.
"Aku berkunjung di waktu yang salah?" pertanyaan yang sebenarnya pernyataan dibisikan Ruffalo.
"Oh, bagus. Kau baru menyadarinya. Tak bisakah kau sadari lebih awal, sehingga kau memilih waktu yang lebih tepat?" Gabriella bergumam kesal.
"Itu karena-" Ruffalo berkata sangat halus dan penuh dengan keraguan.
"Maafkan aku, Ruffalo. Tapi bisakah kita lanjutkan ini nanti?" mata sang Putri meminta pengertian Ruffalo.
Menghela nafas untuk mengumpulkan dirinya sendiri, Ruffalo akhirnya berkata, "Baiklah, Putri. Dalam dongeng ini , apakah aku akan melompat keluar melalui jendelamu dengan gagah, atau bersembunyi diantara gaunmu, Gabriella?"
Gabriella merengut, "Kau pikir aku akan mengijinkanmu untuk berbuat bodoh seperti melompat dari ketinggian? Masuklah ke lemari ku, Ruffalo."
"Ya, ya, ya." Ruffalo bergumam malas.
Gabriella mendorong Ruffalo dan membukakan pintu lemari pakaiannya.
Ruffalo masuk dan duduk. Gabriella melemparkannya senyum kecil.
Sebelum tangan Gabriella meraih pintu lemari untuk menutupnya, Ruffalo menariknya, membawa Gabriella lebih dekat.
Dipisahkan sejauh hitungan milimeter saja, mereka terdiam dalam waktu yang cukup lama.

Tok. Tok. Tok.
Ketukan pintu pengawal membangunkan mereka.
Ruffalo menarik pintu dari dalam dan meninggalkan Gabriella di kamarnya sendiri.
"Ya, tunggu!" seru Gabriella.

Menarik nafas dalam-dalam, ia mempersiapkan dirinya untuk bertemu Pangeran Kerajaan Petir.







Suara Hector menghentikan langkah Kirlia.
Keheningan kembali menyergap mereka.
"Berisirahatlah sejenak disini, Kirlia." Hector memecahkan keheningan.
Ia menarik Kirlia mendekat ke arah air dan mengajaknya untuk duduk.
Ragu, Kirlia ikut terduduk di samping pangerannya.

Selama beberapa saat, mereka hanya terdiam menikmati sekitarnya dalam keheningan yang menenangkan.
Tanpa sadar, Kirlia yang sedang memainkan jemarinya mengeluarkan percikan api yang berwarna, senada dengan langit senja yang terbentang dihadapan mereka.

"Jadi... Kau dapat menggunakan sihir?" kata Hector memastikan.
Kirlia mengangguk kecil, "Sihir mengalir dalam darahku."
"Dan mengapa kau tida-"
"Belajar dengan Merlin? Arthur melarangku. Demi kesehatanku katanya." potong Kirlia dengan senyuman kecil.
"Mungkin aku dapat meyakinkan Arthur... Kalau kau dapat meyakinkanku." Hector berkata dengan senyum angkuhnya.
Mata Kirlia berbinar, "Dan bagaimana caraku meyakinkanmu, Pangeran? Mengubahmu menjadi katak?"
"Asal kau menciumku kembali menjadi manusia, kurasa tidak masalah." kata Hector, menjaili Kirlia.

Tiba-tiba percikan yang muncul di tangan Kirlia bertambah besar dan banyak.
Angin lalu juga bergabung dengan percikan itu, menyelubungi tubuh Kirlia.
Dan menghilangkannya dalam sekejap.


"Kirlia?" Hectorpun panik.