this is a story of a sun kingdom in a land of Cavoria, the colourful life of their warriors. a story that would engulfed the readers in no time.

Tampilkan postingan dengan label the story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label the story. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Oktober 2010

13

Jalanan yang menyempit dan udara yang dingin adalah perpaduan yang kurang menyenangkan, pikir Yemima. Namun ia bersikukuh melewati rute tercepat dari Istana ke Indigzione ini, hanya untuk menjemput makhluk-makhluk aneh tidak bertanggung jawab yang ia sebut teman.

Perlahan lantunan keramaian merayapi kuping Yemima. Lampu jalanan mulai memasuki gang yang ditelusuri sang putri. Ia pun mempergegas dan memperlebar langkahnya, ingin segera mengakhiri perjalanan singkatnya. Tak lama, hadirlah sebuah papan bertuliskan Pampino's di hadapannya.

Lagu bertempo riang dengan sisipan nada sendu seketika menghampirinya bersamaan dengan udara hangat yang menghembus dari dalam Pampino's. Dengan cepat, mata Yemima menelusuri seluruh isi ruangan, mencari tanda keberadaan orang-orang yang diinginkan.

Matanyapun jatuh kepada saudara sedarahnya yang tampak sedang menikmati dikelilingi para gadis. Yemima pun berjalan mendekat, dan menangkap sorakan kecil gadis-gadis tersebut untuk Hector.


'Hector! Ayo kita pergi ke Arckageigh'
'Bawa aku ke Soleil, Pangeran!'
'Ijinkan aku menunggangi Versil bersama mu!'


Dan tentu saja Hector menikmati setiap atensi yang ditujukan kepadanya. Bagaimana tidak? Sedari tadi ia dipuja dan dimanjakan oleh gadis-gadis jelita.

"Hector!" Yemima hampir berteriak untuk mengalihkan perhatian Hector kepadanya.

Setengah sadar, Hector menolehkan kepalanya, menatap heran akan kehadiran kakaknya tersayang. "Yemima!" Hector melebarkan tangannya, menyambut Yemima seiring dengan senyuman yang muncul menghiasi wajahnya.
"Hector." Yemima sekali lagi memanggil Hector dengan nada tegas yang tak main-main. Memaksakan sebuah senyum, Yemima melanjutkan, "Soleil. Sekarang."

Melihat ekspresi Hector yang masih kebingungan, dengan helaan nafas panjang, Yemima berusaha mengucapkan hal yang ingin disampaikannya sekali lagi.
"Bukankah kau berjanji untuk menemani Raja Phidias bermain catur, Hector?" dia berusaha mengucapkannya semanis mungkin.
Para gadis tertawa lembut dan menanggapi perkataan Yemima mengenai Hector; betapa hebatnya Pangeran dapat berbincang dan menghabiskan waktu luang dengan Raja negeri seberang, terlebih Ledgetair.

Beberapa detik berlalu sebelum Hector mengerti sepenuhnya.
"Aah... Apakah Dia marah?' Hector bertanya pelan.
Mengulum senyum sambil membalikkan badan, Yemima menjawab, "Ia hanya kesal."

Kamis, 24 Juni 2010

12

"Kemana Hector, Kirlia?" Yemima separuh berbisik.
Untuk saja Eduard sedang berbincang dengan Phidias dalam acara makan malam bersama, kalau tidak Yemima akan ditegur dikarenakan perilakunya yang tidak sopan; berbisik di depan tamu.

"Mana aku tahu? Terakhir dia mengantarku kembali ke istana, lalu hilang kembali dengan Versil!" Kirlia berteriak dalam bisikannya.

Yemima mengerang. Pundaknya sekilas jatuh sambil ia mengambil sesendok makanan dari piringnya.
Eduard melirik Yemima lalu berkata dengan suaranya yang berwibawa, "Dimana Hector, Yemima?"

Mengangkat kepalanya, ia membalas ayahnya dengan sebuah tatapan.
"Permisi, Raja Phidias, Pangeran Leonidas." dengan kalimat itu, Yemima meninggalkan ruang makan yang sudah ditata rapih oleh pegawai istana.

Gabriella dan Kirlia pun hanya bisa berbalas pandang.


Leonidas melegakan tenggorokannya, memecahkan keheningan di meja makan.
Suasananya kembali seperti semula. Eduard pun meminta maaf atas sikap anak-anaknya terhadap Phidias.
"Tenang saja, Eduard. Kalau bukan begitu, aku akan heran," katanya terhadap Eduard. Melihat muka bingung Eduard, Phidias melanjutkan, "Karena begitulah anak muda. Lancelot ini, juga tidak seperti yang kau lihat pada luarnya." dengan begitu kedua sahabat kerajaan ini tertawa.

"Seperti apa Hector, Gabriella?" Leonidas melanjutkan perbincangan kecil antara dia dengan putri Matahari ini. Sambil tertawa kecil, Gabriella menjawab, "Untuk hal itu tanyalah kepada Kirlia. Aku sebagai kakaknya hanya bisa menceritakan sisi buruknya." Mereka pun tertawa.

"Jadi? Bagaimana Hector?" Leonidas memalingkan mukanya ke Kirlia.
Dengan pipi yang merona, Kirlia menjawab. "Walaupun dia terkadang suka melakukan hal yang kekanak-kanakan dan egois, tapi Pangeran sangat berwibawa pada saatnya, dia memiliki hati yang baik didukung dengan auranya yang kuat." Kirlia berkata dengan senyum kecil diwajahnya.

Semua pun ikut tersenyum melihat kejujuran Kirlia.

Minggu, 20 Juni 2010

11

"Oh!" Seru Gertrude saat melihat Lancelot, Hades, Hector, dan Ruffalo memasuki tempat kerjanya. Gertrude merupakan salah satu koki di Pampino's. Dan dia merupakan sepupu Cornelia yang bekerja di istana.

Para lelaki pun membungkuk untuk menyambut pelukan hangat dari Gertrude. Badannya yang gempal, dan rambut merahnya yang menyala menambah kehangatan dalam setiap pelukan yang ia beri.

"Hai, Gertrude. Tidak apa kami datang dan mengganggumu, bukan?" Kata Hades. Seraya mencubit pipi Hades, Gertrude membalas, "Bagaimana aku bisa keberatan untuk membuat masakan bagi pemuda tampan seperti kalian?"

"Oh ya, Malam ini, Paul akan bermain." Kata Gertrude sambil mengedipkan matanya.

Sebelum Gertrude kembali ke dapur, Lancelot mencegahnya. "Hey, Gertrude. Apakah... Janina ada ?" Lancelot menanyakannya dengan nada penuh keraguan sambil berbisik.

"Lancelot !" Tiba-tiba terdengar suara melengking yang berteriak.Lancelot mengutuk dalam hati.

Janina ! seru Lancelot malas dalam hatinya.

Lancelot membalas sapaan Janina dengan senyuman kecut, yang Janina tak bisa rasakan. "Kemana saja kau, Lancelot? Sudah lama kau tidak kemari lagi?" Kata Janina sambil menarik Lancelot ke salah satu sisi bar tempat teman-temannya berada."Ehh ya... Tidak apa-apa." Lancelot berkata sambil menarik tangannya dari pelukan Janina.

Beberapa saat kemudian Gertrude kembali dengan berbagai macam makanan. Mereka bercanda tawa dan bersantai sejenak. Kecuali Lancelot yang selalu berusaha lepas dari cengkraman Janina tentunya.

Langit menggelap, waktu berjalan, tapi Pampino's makin ramai. Beberapa orang sudah mulai kehilangan kesadarannya. Saat para lelaki mulai meneguk minuman keras pertama untuk malam ini, dentuman bass terdengar dari arah panggung.

"Hey ! Itu pasti Paul's." Kata Ruffalo semangat.

Di Pampino's ada sebuah grup musik yang cukup dikenal. Penyanyi utamanya bernama Paul, makanya kebanyakan orang-orang memanggil nama grup mereka cukup dengan sebutan Paul's. Dentuman double bass sudah dilantunkan oleh Billy.

"Selamat malam, tuan-tuan dan nona-nona," Paul membuka penampilan dengan salam, sambil menebarkan senyum kepada gadis-gadis yang sedang berkunjung ke Pampino's. Mereka membalas Paul dengan tawa. Rick memainkan beberapa nada dipianonya sambil John membetulkan senar gitarnya.

Meniupkan harmonikanya sebagai pembukaan, Paul melantunkan nada halus dan lincah. Billy pun mengikuti nada harmonika Paul yang disusul oleh Rick dan John. Terkagum atas spontanitas berirama mereka yang indah, penonton memberi tepukan dan sorakan.

Setelah itu, pertunjukan yang sesungguhnya dimulai. Suara Paul yang lembut namun tegas menghanyutkan para penonton.

Malam ini baru saja dimulai.

Sabtu, 19 Juni 2010

10


Angin malam. Lampu remang. Dan ricuh suara penduduk.


Tiga hal yang dapat mendeskripsikan Indigzione saat malam. Kota utama di Suncreano ini adalah pusat kegiatan saat malam. Lantunan lagu yang lembut dan halus menjalar dari berbagai tempat, menyatu dengan suara sekitarnya.

"Ahh, sudah dapat kukecapi rasa makanan yang sedang Gertrude buat." Hector berkata dengan penuh semangat. Mengerutkan dahinya, Lancelot membalas, "Jadi kita akan makan di Pampino's ?" Dia mengerang malas.
"Apakah kau punya ide lain, Lancelot ? Lagipula mengapa kau malas ke tempat Pampino ? Memiliki darah yang sama dengan Cornelia membuat Gertrude juga pintar memasak, kan?" Kata Hades santai.
"Sungguh, Hades. Itu kalimat terpanjang yang kudengar darimu hari ini." Lancelot menatap takjub.

Tertawa, Ruffalo berkata, "Kau lupa, Hades, apa yang menyebabkan Lancelot malas untuk makan di tempat Pampino?" Pertanyaan Ruffalo menggantung di udara.

"Ah!" Hector berseru. Hades melihatnya dengan tatapan tanda tanya sebelum ikut menyusul Hector, "Aku ingat!" Serunya.
"Janina." Hector dan Hades mengucapkannya bersamaan.

Janina adalah anak perempuan Pampino yang memiliki perasaan khusus terhadap Lancelot. Awalnya dia sangat manis terhadap Lancelot, tapi lama-lama Janina menjadi sangat tergila-gila akan Lancelot dan selalu melemparkan dirinya pada Lancelot setiap kali mereka bertemu. Itulah yang membuat Lancelot menjadi kurang menyukai Janina dan berusaha menghindarinya disetiap kesempatan. Dan tentunya ini adalah bahan tertawaan untuk teman-temannya. Lancelot kembali mengerang dan berjalan menjauhi mereka yang sedang menertawakannya.

"Itu alasan pertama bagi Lancelot. Alasan kedua adalah... Pampino sudah menoreh nama Lancelot di daftar hitamnya." Kata Ruffalo seiring melanjutkan tawanya.

"Sudahlah, Ruffalo! Dan kejadian yang membuatku menghancurkan separuh tempatnya adalah salah lelaki brutal itu!" Lancelot setengah berteriak.
"Ya, tentu. Tapi ketika seseorang menyerang orang lain yang jauh lebih besar, menjatuhkannya berkali-kali, dan membuatnya tidak sadar, akan membawa dampak yang besar di tempat pertarungan. Yang tidak lain adalah tempat makan Pampino." Hector menjelaskan sambil separuh tertawa.

Hades pun menepuk bahu Lancelot, "Ayolah, kita sudah sampai." Erangan kembali keluar dari bibir Lancelot sambil memasuki Pampino's dengan didorong teman-temannya.

Rabu, 31 Maret 2010

9

"Jadi... Kau sudah mengantarnya sampai ke istana?" Ruffalo berkata dengan nada tidak sabar sambil mengetukkan kakinya ke tanah.
"Ya..." Hector menjawabnya dengan malas.
"Kau mengantarnya sampai ke Cornelia?" suara Ruffalo medesak Hector.
"Ya, Ruffalo! Ya! Tenanglah sedikit!" Hector mulai menaikkan nada bicaranya.

Ruffalo tersenyum geli, "Seorang anak kecilpun tahu untuk berhati-hati saat berhubungan dengan Pangeran Penakluk sepertimu, Hector. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang kakak."
"Ya, ya, ya. Bernapaslah sesaat, Ruf. Dan aku tidak seburuk yang mereka katakan..." kata Hector sambil mengeluarkan senyum misteriusnya.

"Kau tidak boleh bermain-main dengan yang satu ini, Hector." Ruffalo menatap mata Hector dan menjejakan kakinya ke tanah. Tertawa kecil, Ruffalo melanjutkan, "Lebih baik kita ke Bracillo secepatnya. Kujamin Lancelot dan Hades sudah bosan menunggu." Merekapun beranjak dari istal dan berlari turun ke Bracillo Meadow.







"Apa yang membuat kalian datang begitu lama? Yemima saja bisa bersiap-siap lebih cepat dari kalian." kata Lancelot saat melihat Ruffalo dan Hector datang.
"Kalau kalian masih ingin mengisi kebutuhan perut kalian, lebih baik bergerak cepat." kata Hades yang sudah berjalan lebih dahulu.

Merekapun mulai menyusuri malam yang sunyi itu.

Senin, 29 Maret 2010

8

"Ruffalo? Mengapa kau ada disini?" Gabriella menghampiri Ruffalo yang berada di istal. Leonidas dengan pelan mengikuti Gabriella dari belakang berkata, "Untuk apa kita kesini, Gabriella?"

Ruffalo keluar dari dalam istal dan melihat Gabriella yang bersama dengan Leonidas."Selamat malam, Putri. Saya sedang melihat keadaan Zeit." Zeit adalah kuda Ruffalo yang berwarna abu-abu kecoklatan. Ruffalo yang menyadari kehadiran Leonidas pun menyapa, "Selamat malam, pangeran." kata Ruffalo sambil menganggukan kepalanya.

"Leonidas, dia adalah... sahabatku, Ruffalo." kata Gabriella memperkenalkan Ruffalo. Leonidas membalas Ruffalo dengan senyuman kecut, anggukan kecil dan tatapan yang... merendahkan.

"Cornel sudah mencari kita semua, kau tidak mau ketinggalan masakan Cornelia, kan?" Kata Gabriella mengingatkan Ruffalo akan makan malam. "Aku akan segera menyusul, Putri. Aku sedang menunggu Hector." "Baiklah. Kami tunggu kalian di meja makan." Gabriella berkata dengan penuh keriangan sambil beranjak dari istal.

Beberapa langkah setelah meninggalkan istal, Leonidas bertanya. "Siapa orang yang ada di istal tadi, Gabriella? Ruffel? Ruffard? Oh! Ruffalo!" seru Pangeran.
"Dia adalah putra Arthur satu-satunya, pangeran." Kata Gabriella yang tersenyum hangat. Leonidas hanya mengangguk seadanya,
"Arthur? Jadi, dapat dipastikankah bahwa dia memiliki talenta yang sama dengan pemimpin pasukan Matahari ini?"

"Tentunya tidak dapat diragukan!" Gabriella mengangguk dengan penuh semangat.

Jumat, 26 Maret 2010

7

"Kirlia? Kirlia?!" dalam sekejap, Hector panik.
Hector langsung beranjak dari duduknya.
Sang pangeran melihat keseleruhan pantai Seichna.

Seichna adalah pantai kecil yang terletak di pelosok Suncreano. Dibandingkan pantai Arckageigh yang ramai, luas dan lebih mudah diakses.
Walau begitu, keindahan Seichna telah mengalihkan perhatian Hector dari Arckageigh.
Dan sekarang, dalam hitungan detik, Hector hanya ditemani Seichna seorang.


Tiba-tiba dengan uniknya, angin mengitari sekelilingnya dan gulungan ombak kecil menghampiri kakinya.
"Kirlia. Jangan bermain-main." suara Hector menegang seiring angin yang mengibasi rambutnya. Angin tersebut bertambah kencang dan menghembuskannya ke wajahnya dalam seketika.
Beberapa saat kemudian, derap kaki kuda mengisi telinganya.
"Hector! Jangan diam saja! Waktu makan malam hampir tiba." Kirlia, yang sedang memegang tali kekang Versil, dengan santai membangunkan Hector dari kepanikannya.
Senyum polos mengembang di wajah Kirlia.

Menggelengkan wajah dengan kesal, Hector mengejar Versil yang sudah berputar arah, menuruti Kirlia.

Selasa, 23 Maret 2010

6

Tidak ada yang tahu kenapa tempat ini selalu diselimuti kegelapan. Sekuat-kuatnya matahari memancarkan sinarnya, kegelapan tetap ada. Satu-satunya suara dalam ruangan itu hanyalah gema langkah kaki.

"Siria. Berhentilah mengitari ruangan ini." Suara lelaki yang berat dan penuh otoriter menghentikan suara langkah itu.
"Aku hanya ingin tahu apa yang akan terjadi nanti. Aku tahu aku telah menyetujuinya, tetapi..." Siria berkata dengan lirih.





"Selamat sore, Putri Gabriella." Ucap pangeran Leonidas sambil mengecup tangan sang Putri. Mengangguk dan tersenyum kecil, Gabriella membungkuk, "Suatu kehormatan untuk dapat menemani Pangeran Leonidas melewati sore ini."
"Kehormatan yang sama ada padaku." Leonidas berkata sambil membantu Gabriella menyusuri tangga.

Percakapan santai dan kasual mengiringi malam Leonidas dan Gabriella. Batin Gabriella menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang menyenangkan.
"Sudahkah saatnya kita kembali untuk makan malam, Gabriella?" Tanya Leonidas sambil menyusuri padang rumput Bracillo.
"Ya, sebentar saja kita terlambat dan Cornelia tidak akan memberikan kita hidangan utama." Gabriella tertawa kecil.

Perlahan Leonidas membawa Gabriella kembali ke istana dengan menggenggam tangan sang putri. Mereka melewati gudang perkakas, tempat peristirahatan dan istal.
Dari jauh dapat terlihat ada cahaya lentera di istal dan Gabriella tahu persis siapa yang ada disana.

Senin, 22 Maret 2010

5



Deg. Jantung Gabriella berdetak.
Oh sial, kutuknya dalam hati.

"Putri, apakah anda sudah siap? Pangeran Leonidas ingin bertemu dengan mu." pengawal pribadi Putri Gabriella mengumumkan hal tersebut.
"Aku berkunjung di waktu yang salah?" pertanyaan yang sebenarnya pernyataan dibisikan Ruffalo.
"Oh, bagus. Kau baru menyadarinya. Tak bisakah kau sadari lebih awal, sehingga kau memilih waktu yang lebih tepat?" Gabriella bergumam kesal.
"Itu karena-" Ruffalo berkata sangat halus dan penuh dengan keraguan.
"Maafkan aku, Ruffalo. Tapi bisakah kita lanjutkan ini nanti?" mata sang Putri meminta pengertian Ruffalo.
Menghela nafas untuk mengumpulkan dirinya sendiri, Ruffalo akhirnya berkata, "Baiklah, Putri. Dalam dongeng ini , apakah aku akan melompat keluar melalui jendelamu dengan gagah, atau bersembunyi diantara gaunmu, Gabriella?"
Gabriella merengut, "Kau pikir aku akan mengijinkanmu untuk berbuat bodoh seperti melompat dari ketinggian? Masuklah ke lemari ku, Ruffalo."
"Ya, ya, ya." Ruffalo bergumam malas.
Gabriella mendorong Ruffalo dan membukakan pintu lemari pakaiannya.
Ruffalo masuk dan duduk. Gabriella melemparkannya senyum kecil.
Sebelum tangan Gabriella meraih pintu lemari untuk menutupnya, Ruffalo menariknya, membawa Gabriella lebih dekat.
Dipisahkan sejauh hitungan milimeter saja, mereka terdiam dalam waktu yang cukup lama.

Tok. Tok. Tok.
Ketukan pintu pengawal membangunkan mereka.
Ruffalo menarik pintu dari dalam dan meninggalkan Gabriella di kamarnya sendiri.
"Ya, tunggu!" seru Gabriella.

Menarik nafas dalam-dalam, ia mempersiapkan dirinya untuk bertemu Pangeran Kerajaan Petir.







Suara Hector menghentikan langkah Kirlia.
Keheningan kembali menyergap mereka.
"Berisirahatlah sejenak disini, Kirlia." Hector memecahkan keheningan.
Ia menarik Kirlia mendekat ke arah air dan mengajaknya untuk duduk.
Ragu, Kirlia ikut terduduk di samping pangerannya.

Selama beberapa saat, mereka hanya terdiam menikmati sekitarnya dalam keheningan yang menenangkan.
Tanpa sadar, Kirlia yang sedang memainkan jemarinya mengeluarkan percikan api yang berwarna, senada dengan langit senja yang terbentang dihadapan mereka.

"Jadi... Kau dapat menggunakan sihir?" kata Hector memastikan.
Kirlia mengangguk kecil, "Sihir mengalir dalam darahku."
"Dan mengapa kau tida-"
"Belajar dengan Merlin? Arthur melarangku. Demi kesehatanku katanya." potong Kirlia dengan senyuman kecil.
"Mungkin aku dapat meyakinkan Arthur... Kalau kau dapat meyakinkanku." Hector berkata dengan senyum angkuhnya.
Mata Kirlia berbinar, "Dan bagaimana caraku meyakinkanmu, Pangeran? Mengubahmu menjadi katak?"
"Asal kau menciumku kembali menjadi manusia, kurasa tidak masalah." kata Hector, menjaili Kirlia.

Tiba-tiba percikan yang muncul di tangan Kirlia bertambah besar dan banyak.
Angin lalu juga bergabung dengan percikan itu, menyelubungi tubuh Kirlia.
Dan menghilangkannya dalam sekejap.


"Kirlia?" Hectorpun panik.

Rabu, 23 Desember 2009

4

Derap kuda. Debur ombak. Kepak sayap burung walet.

Tidak ada lagi yang dapat menenangkan pikiranku, pikir Hector.

Hector memang selalu tinggal dalam keramaian. Sebagai putra mahkotam begitu banyak pria yang menantangnya dan wanita yang mengerumuninya. Ditambah juga dengan dua kakak perempuan yang terlampau berisik, menurut pendapatnya. Dan kehidupan di Soleil Castle selalu diselimuti keramaian dan kemeriahan.

Bukannya Hector tidak suka. Hector sudah terbiasa sampai-sampai ia menyukai keramaian itu sendiri dan menyatu dengannya. Tetapi saat sepasang ayah dan anak mengatakan hal yang tertanam dalam-dalam, dia membutuhkan ketenangan untuk mencerna kata-kata tersebut. Atau menghilangkannya dari pikiranku, bisik batin Hector.

"Versil, bagaimana menurutmu ?" tanya Hector kepada kuda kesayangannya. Versil adalah kuda jantan putih yang bersurai perak.
"Yakinkah kau dapat mengerti dengusan dan ringikannya ?" tanya suara yang terlalu sering hadir di kepalanya sehingga ia tidak menyadari kehadirannya.
"Pertanyaan yang bagus. Tetapi aku yakin Versil akan memberiku ide dengan ca -KIRLIA ?!" nada santai pada suara Hector digantikan oleh kejutan yang menghampirinya.
"A-ada apa Kirlia ?" Hector mencoba menguasai dirinya. Kenapa hanya perempuan ini yang selalu mengejutkanku, tanya batinnya dengan nada sarkasme yang terselip.
Tanpa banyak kata, Kirlia mendorong keranjang makanan yang telah disiapkannya ke Hector.
"Eh ?" Hector kebingungan.
"Aku jauh-jauh mencarimu hanya untuk membawakanmu makanan. Hargailah dengan memakannya." Kirlia berkata sambil melangkahkan kakinya.
"Kirlia."



"Apa?! Ayah berniat untuk -hmppprgh!" Lancelot membekap mulut Yemima sebelum putri kecil ini berkata lebih jauh. "Lihat, kan? Inilah alasan aku malas memberitahumu, Graci-"
"Yemima, Lancelot. Yemima." Graciella adalah nama yang berada dibelakang nama Yemima, diberikan oleh kakeknya. Nama yang tidak pernah digunakan orang-orang, kecuali Lancelot tentunya.
"Hm. Ya, ya. Intinya, bukannya aku tidak memercayaimu. Tetapi reaksimu itu yang kukuatirkan." Lancelot berkata sambil menadahkan kepalanya ke tangannya.

and that's when we're starring at the sunset
beautiful colors and warm atmosphere
blows away your worries, just let it sweeps you
and when the night has come
you will feel so much better
cause the ray of city sunset takes away, you sad

Lagu yang disenandungkan Yemima mengiri bersitan cahaya dan kehangatan yang dipendarkan matahari senja. Bulatan oranye besar namun cantik, menghiasi Soleil castle pada sore itu.

"Jadi... Itu adalah lagu tentang matahari senja ini?" Lancelot memecahkan keheningan sambil menjatuhkan dirinya disebelah Yemima.
"Begitulah, Lance. Aku benar-benar berharap matahari senja ini dapat menghapus segala hal buruk."

Selasa, 22 Desember 2009

3

Dia dapat memainkan pedang dengan anggun dan gagah
Bukankah ia juga menguasai sihir ?
Kudengar dia sangat rendah hati
Hal yang pasti adalah ketampanan dan wibawanya
Dia juga bisa bermain piano ?
Pangeran tertampan di seluruh daratan Cavoria !

Begitu banyak informasi yang dapat diterima mengenai Pangeran Leonidas dari obrolan gadis-gadis di desa. Walaupun informasi tersebut belum terjamin kebenarannya. Mataku ini belum melihat kebenarannya, pikir Gabriella. Apakah dia sesempurna itu ? Seperti yang dikatakan orang-orang ? Begitu banyak pertanyaan yang hinggap di kepalanya. Terlebih sekarang, dimana sebentar lagi dia akan menghadapi Pangeran yang diidam-idamkan banyak perempuan. Pangeran dari Kerajaan Petir, Ledgetair.

"Suatu kehormatan untuk dapat berkunjung ke sini, Raja Eduard" Raja Phidias menunjukan kegembiraannya sambil menjabat tangan pemimpin kerajaan Matahari ini.
"Kehormatan yang sama ada padaku untukmu datang berkunjung, Raja Phidias"
Senyum kecil terulas di wajah pemimpin kerajaan petir itu saat berbisik kepada Raja Eduard, "Terlebih karena kita memiliki maksud lain dalam pertemuan ini selain berbincang."
"Selamat malam, Raja Eduard."
Salam yang singkat itu keluar dari pangeran kerajaan petir, Leonidas, sambil membungkuk terhadap raja Eduard.

Kenapa juga harus aku yang menemani putra Raja Phidias saat ayah berbincang dengannya?, Gabriella masih berpikir. Keanggunan menghampirinya dengan balutan gaun biru yang dipakainya. Tetapi rupanya putri sulung ini masih mendekam di kamarnya.
Tok. Tok.
Suara ketukan datang. Tetapi datang dari jendela kamarnya. Ah, bagaimana bisa? Kamarku terletak dilantai atas. Perlahan Gabriella berjalan menuju jendelanya. Tok.
Batu! Ia melihat sebuah batu kecil -kerikil, dilemparkan ke jendela.
Setelah dia berada di ambang jendela, ia baru dapat melihat bahwa yang melemparkan batu adalah, Ruffalo !
Segera Gabriella membuka jendelanya, setengah berbisik, ia berseru, "Ada apa, Ruffalo? Mengapa malam-malam be-"
"Sst." Ruffalo mendesis. Segera ia meraih tanaman merambat yang tumbuh disekitar jendela kamar Putri Gabriella, dan memanjatnya.
Apa? batin Gabriella berseru.

Sesampainya di kamar sang putri, Ruffalo menepis debu di pakaiannya dan menjulurkan tangannya sambil setengah membungkuk di depan Gabriella. Masih dengan tanda tanya, Gabriella meraih tangan Ruffalo, "Ada apa, Ruffalo? Apakah terjadi sesuatu sampai kau datang melalui jendela, bukan melalui pintu?" tanya sang putri.
"Bagaimana mungkin aku menemuimu melalui pintu, yang dijaga ketat, saat kau mau bertemu dengan pangeran dari negara lain?"
Bingung, Gabriella menjawab, "Memangnya kenapa, Ruffalo? Aku hanya akan menemaninya minum teh sementara ayah berbicara bisnis dengan Raja Phidias."
"Bisnis? Yakinkah engkau putri bahwa beliau hanya ingin berbicara bisnis?"
Hmph. Harus kuakui kali ini Ruffalo benar. Kalau hanya bisnis yang dibicarakan, Yemima dan Hector seharusnya ikut menemaniku, batin Gabriella berbisik. Jangan-jangan ini adalah...

Tok. Tok.
Kali ini pintu kamarnya yang berbunyi.

Kamis, 03 September 2009

2

“Hector ! Tunggu ! Berhenti !” Kirlia berseru sambil berlari menyusul Hector. “Diamlah kau Kirlia ! Berhenti mengejarku dan berhenti mencampuri urusanku !” bentak Hector sambil berjalan memunggungi Kirlia.
Kerenangan menyelimuti mereka berdua untuk sesaat. “Ya… Kalau dipikir-pikir, aku memang selalu mencampuri urusanmu. Memarahimu, menegur, mengingatkan, mengomentari hal-hal yang tidak ada hubungannya denganku. Sekarang makin jelas ditelingku ‘memangnya siapa aku ?’” kata Kirlia sambil menghela nafas.
“Kirlia… Bukan maks- aku hanya, maaf-. Ah !” Hector tidak dapat menemukan kata-kata yang dimaksud. “Jernihkanlah pikiranmu, Hector. Jangan membuat berpikir seperti Arthur. Bahwa kau selalu bertingkah seperti anak-anak.” Perlahan Kirlia berjalan menjauhinya sambil mengulas sebuah senyum.

Kembali ke padang rumput di kerajaan Suncreano, Bracillo meadow.
Tak lama setelah Hector pergi, dengan menyusulnya Kirlia, datanglah kedua jenderal Suncreano lainnya, Lancelot dan Gallahad.
“Wah, wah, seperti biasa, ‘Sir Arthur’ sangat tegas terhadap muridnya. Sayang kami melewatkan pertunjukan seru tadi. Bukankah begitu, Gallahad ? Hahaha…” kata Lanclelot sementara Gallahad hanya menyeringai sebagai balasan.
“Dan seperti biasa, tidak ada sopan santun dalam ucapanmu, Lancelot.” Balas Arthur. “Latihan pagi sudah selesai ! Setelah makan siang nanti harap kalian melanjutkan latihan bersama Lancelot dan Gallahad !” kata Arthur yang pergi ke istana setelah menepuk bahu Gallahad.

Matahari sudah di titik tertingginya, kegiatan di dalam dan di luar istana sudah meramai. Di salah satu ruang makan beberapa orang telah berkumpul. Cornelia, kepala pembantu di Soleil Castle, sedang menyiapkan makanan untuk penghuni utama. Di meja sudah ada Gabriella, Yemima, Kirlia, Lancelot, Ruffalo, dan Hades. “ Terima kasih, Cornelia.” Kata Yemima saat Cornelia membagi makanan di meja. “Hey apakah ada yang melihat Hector ?” lanjutnya.
“Mungkin di kamarnya ? Masih bersungut-sungut ?” kata Lancelot sambil menyeringai. “Jangan mengejeknya Lance, kau ini usil sekali” tegur Yemima sambil menonjak bahunya dengan main-main.
“Bukankah kau tadi bersamanya Kirlia ?” Tanya Gabriella sambil menyantap sup ayam dengan crouton. “Tadi aku meninggalkannya di danau. Dia hanya bisa membuat orang kesal. “ kata Kirlia ketus.
“Apakah benar begitu, Kirlia ?” sekarang kakaknya sendiri yang menggodanya, Ruffalo. Terdengar ketawa kecil diantara Ruffalo dan Lancelot. Mereka berdua memang usil. Hades ? Dia hanya tersenyum kecil. “Diam !” teriak Gabriella dan Kirlia bersamaan. Sementara Yemima sudah terbiasa dengan keusilan mereka berdua.
“Dia ada di istal.” Kata Hades. Dia memang jarang berbicara dan selalu mengucapkan hal yang seperlunya.
“Kapan kau melihatnya ?” Tanya Gabriella. “Saat sedang berjalan menuju kemari, Gabriella.” Jawab Hades. Tak lama, Kirlia berdiri, mengambil keranjang kecil dan kain pembungkus. Ia memasukan beberapa roti, keju, dan sosis, lalu pergi meninggalkan meja makan tanpa berkata apa-apa. Hal yang wajar untuk dilihat. Karena Kirlialah yang selalu membantu dan menemani Hector, memarahi dan mengingatkannya juga.


Langit sore menghampiri kerajaan Suncreano. Dengan suara burung dan bunyi gemerisik daun yang menemani langkah kaki kuda yang berjalan menuju kastil matahari.
“Yang mulia, Raja Phidias, beserta putranya, Pangeran Leonidas telah sampai di istana. Mereka menunggu di ruang pertemuan, yang mulia.” Kata Boticelli, pembantu pribadi raja. “ Baiklah, aku akan segera menyusul. Dan tolong sampaikan Cornelia bahwa ia harus membantu putri Gabriella bersiap-siap.” Perintah raja

On the surface, happiness and contentment abounded, but as many things the surface gave a treach-
‘tok tok tok’ terdengar bunyi ketuk di pintu. “Masuk.” Kata Gabriella sedikit kesal karena sedang asik membaca buku.
“Maaf mengganggu anda, putri, tetapi ayah anda meminta anda untuk bersiap-siap.” Kata Cornelia. ‘bersiap-siap ?’ pikir Gabriella ‘untuk apa ?’. Seakan menjawab pertanyaan sang putri Cornelia melanjutkan, “Raja Phidias beserta putranya pangeran Leonidas telah hadir untu-“ “Ah, benar. Terima kasih, Cornel. Aku akan segera menyusul.” Potong Gabriella, diikuti oleh anggukan kecil Cornelia.

Rabu, 22 Juli 2009

1

“Hector, ayun pedangmu lebih keras ! Hades, jangan takut untuk menghunuskan pedangmu ! Yemima, perkuat genggamanmu ! Mana kuda-kuda yang mau dipakai untuk berlatuh ? Bagian memanah, ayo latihan ! Gabriella aku selalu mengawasimu, kerja yang bagus !” Arthur, pimpinan jendral, memberi masukan kepada semua muridnya. “Hector, ayunkan pedangmu layaknya laki-laki ! Contohlah kesigapan Hades dan ketangkasan Yemima ! Bagaimana nanti kalau kau menjadi raja Suncreano ? Bisa-bisa hancur !” teriak Arthur berturut-turut menegur Hector, putra mahkota kerajaan Suncreano ini. “Hah, ayah ini, santailah sedikit…” Ruffalo, putra Arthur, menghampiri ayahnya untuk memberikan minum. “Ah ya, terima kasih.” sahut Arthur, “Hei ! Mengapa kau santai-santai seperti ini, nak ! Seharusnya kan kau berlatih ! Bagaimana nanti saat kau menggantikanku ?” emosi Arthur yang labil kembali beraksi. “ Aku sedang menemani Kirlia berlatih sihir ayah, seperti yang kau minta.” Ruffalo membela diri. “Baiklah, tapi jangan lupa untuk latihan dasar setelah itu dan berlatih pedang sambil berkuda. Jaga adikmu itu jangan samapi ia belajar sihir terlalu jauh.” lanjut Arthur. Padahal menjadi pengganti Merlin, penyihir kerajaan Suncreano, merupakan cita-cita Kirlia. Bahkan diam-diam dia kerap kali meminjam buku Merlin tanpa sepengetahuan siapapun dan berlatih di Bracillo meadow. Hanya Ruffalo yang tahu, dan sayang sekali Kirlia tidak ingin ia memberitahukan siapapun, termasuk ayah mereka sendiri. Sebenarnya tak heran Kirlia menaruh minat besar terhadap bidang itu, karena neneknya sendiri adalah seorang penyihir, jadi darah penyihir mengalir di tubuhnya.

Saat Arthur kembali fokus ke pelatihan pedang, ia menemukan Hector bermain kasar dan terlalu membuang tenaga. “Hector, jangan buang-buang tenagamu ! Tidak ada gunanya serangan-serangan yang kau lakukan itu. Yemima saja lebih bisa mengontrol kekuatannya darimu !” Mendengar Arthur meneriakinya lagi, Hector dengan rasa marah bercampur malu meneriaki Arthur. “Hah ! Cukup Arthur ! Sudah lelah aku mendengar teriakanmu sepanjang hari ini ! Mentang-mentang jendral ! Terserah aku mau bermain pedang seperti apa !” Hector memang keras kepala. Sudah tak terhitung dia menentang dan memarahi kembali semua guru pedang di kerajaan ini. Hanya Arthurlah yang tidak segan-segan tetap memarahinya. “Hm. Baiklah. Terserah kau kalau sudah merasa hebat.” Kata Arthur dengan penuh ketenangan dan tanpa ekspresi.
“Kenapa ? Kau menantangku ? Mau beradu pedang denganku ?” tantang Hector dengan penuh kepercayaan diri. Suasana di Bracillo meadowpun meramai. Wanita-wanita yang sedang menyiapkan makanan dan prajurit-prajurit yang berlatih, berhenti sejenak untuk manyaksikan tontonan ini. Memang, tak jarang duel seperti ini terjadi. Tapi jarang-jarang ada yang berani menantang langsung jendral Suncreano.
“Haaah. Anak itu tak berubah. Memang sih, sudah cukup lama dia tidak menantang Arthur lagi. Kukira luka-luka yang dia dapat cukup untuk membuatnya kapok.” Kata Yemima saat Gabriella berjalan mendekatinya. “Nanti juga akan ada saatnya dimana dia tidak sebodoh ini lagi, Yemima. Jadi nikmati saja dulu.” Kata Gabriella sambil tersenyum geli.

Sementara di tengah Bracillo meadow keadaan makin memanas. Karena sepertinya Arthur menerima tantangan Hector.
“Baiklah. Serang aku Hector.”
“Bersiaplah, ‘Jendral’ Arthur.” Kata Hector tersenyum.
Dengan kepercayaan diri yang sangat besar, Hector melaju ke arah Arthur sambil mengayunkan pedangnya. Arthur sama sekali tidak menyiapkan kuda-kuda khusus dalam menyambut Hector. Hector hendak menghunuskan pedangnya ke perut kanan Arthur saat ia menangkisnya dengan gagang pedang saja. Arthur menonjokan gagang pedang itu kepada pipi kanan Hector hingga ia jatuh. Tetapi Hector dengan cepat bangkit dan bersiap menerjang Arthur sambil mengayunkan pedang yang ia genggam di tangan kanannya. Saat mendekati Arthur ia mengangkat lengannya bersiap menebas dada Arthur. Tetapi serangan itu ditahan oleh Arthur. Ia menahannya dan kemudian ia memutar pedangnya sehingga pedang Hector jatuh dan menyayat bahu kiri Hector. Terjatuh bersama dengan pedangnya, kemarahan Hector membangkitkannya. Ia memungut pedangnya dan berjalan menjauh dari Bracillo meadow.