this is a story of a sun kingdom in a land of Cavoria, the colourful life of their warriors. a story that would engulfed the readers in no time.

Selasa, 22 Desember 2009

3

Dia dapat memainkan pedang dengan anggun dan gagah
Bukankah ia juga menguasai sihir ?
Kudengar dia sangat rendah hati
Hal yang pasti adalah ketampanan dan wibawanya
Dia juga bisa bermain piano ?
Pangeran tertampan di seluruh daratan Cavoria !

Begitu banyak informasi yang dapat diterima mengenai Pangeran Leonidas dari obrolan gadis-gadis di desa. Walaupun informasi tersebut belum terjamin kebenarannya. Mataku ini belum melihat kebenarannya, pikir Gabriella. Apakah dia sesempurna itu ? Seperti yang dikatakan orang-orang ? Begitu banyak pertanyaan yang hinggap di kepalanya. Terlebih sekarang, dimana sebentar lagi dia akan menghadapi Pangeran yang diidam-idamkan banyak perempuan. Pangeran dari Kerajaan Petir, Ledgetair.

"Suatu kehormatan untuk dapat berkunjung ke sini, Raja Eduard" Raja Phidias menunjukan kegembiraannya sambil menjabat tangan pemimpin kerajaan Matahari ini.
"Kehormatan yang sama ada padaku untukmu datang berkunjung, Raja Phidias"
Senyum kecil terulas di wajah pemimpin kerajaan petir itu saat berbisik kepada Raja Eduard, "Terlebih karena kita memiliki maksud lain dalam pertemuan ini selain berbincang."
"Selamat malam, Raja Eduard."
Salam yang singkat itu keluar dari pangeran kerajaan petir, Leonidas, sambil membungkuk terhadap raja Eduard.

Kenapa juga harus aku yang menemani putra Raja Phidias saat ayah berbincang dengannya?, Gabriella masih berpikir. Keanggunan menghampirinya dengan balutan gaun biru yang dipakainya. Tetapi rupanya putri sulung ini masih mendekam di kamarnya.
Tok. Tok.
Suara ketukan datang. Tetapi datang dari jendela kamarnya. Ah, bagaimana bisa? Kamarku terletak dilantai atas. Perlahan Gabriella berjalan menuju jendelanya. Tok.
Batu! Ia melihat sebuah batu kecil -kerikil, dilemparkan ke jendela.
Setelah dia berada di ambang jendela, ia baru dapat melihat bahwa yang melemparkan batu adalah, Ruffalo !
Segera Gabriella membuka jendelanya, setengah berbisik, ia berseru, "Ada apa, Ruffalo? Mengapa malam-malam be-"
"Sst." Ruffalo mendesis. Segera ia meraih tanaman merambat yang tumbuh disekitar jendela kamar Putri Gabriella, dan memanjatnya.
Apa? batin Gabriella berseru.

Sesampainya di kamar sang putri, Ruffalo menepis debu di pakaiannya dan menjulurkan tangannya sambil setengah membungkuk di depan Gabriella. Masih dengan tanda tanya, Gabriella meraih tangan Ruffalo, "Ada apa, Ruffalo? Apakah terjadi sesuatu sampai kau datang melalui jendela, bukan melalui pintu?" tanya sang putri.
"Bagaimana mungkin aku menemuimu melalui pintu, yang dijaga ketat, saat kau mau bertemu dengan pangeran dari negara lain?"
Bingung, Gabriella menjawab, "Memangnya kenapa, Ruffalo? Aku hanya akan menemaninya minum teh sementara ayah berbicara bisnis dengan Raja Phidias."
"Bisnis? Yakinkah engkau putri bahwa beliau hanya ingin berbicara bisnis?"
Hmph. Harus kuakui kali ini Ruffalo benar. Kalau hanya bisnis yang dibicarakan, Yemima dan Hector seharusnya ikut menemaniku, batin Gabriella berbisik. Jangan-jangan ini adalah...

Tok. Tok.
Kali ini pintu kamarnya yang berbunyi.

2 komentar: