this is a story of a sun kingdom in a land of Cavoria, the colourful life of their warriors. a story that would engulfed the readers in no time.

Rabu, 23 Desember 2009

4

Derap kuda. Debur ombak. Kepak sayap burung walet.

Tidak ada lagi yang dapat menenangkan pikiranku, pikir Hector.

Hector memang selalu tinggal dalam keramaian. Sebagai putra mahkotam begitu banyak pria yang menantangnya dan wanita yang mengerumuninya. Ditambah juga dengan dua kakak perempuan yang terlampau berisik, menurut pendapatnya. Dan kehidupan di Soleil Castle selalu diselimuti keramaian dan kemeriahan.

Bukannya Hector tidak suka. Hector sudah terbiasa sampai-sampai ia menyukai keramaian itu sendiri dan menyatu dengannya. Tetapi saat sepasang ayah dan anak mengatakan hal yang tertanam dalam-dalam, dia membutuhkan ketenangan untuk mencerna kata-kata tersebut. Atau menghilangkannya dari pikiranku, bisik batin Hector.

"Versil, bagaimana menurutmu ?" tanya Hector kepada kuda kesayangannya. Versil adalah kuda jantan putih yang bersurai perak.
"Yakinkah kau dapat mengerti dengusan dan ringikannya ?" tanya suara yang terlalu sering hadir di kepalanya sehingga ia tidak menyadari kehadirannya.
"Pertanyaan yang bagus. Tetapi aku yakin Versil akan memberiku ide dengan ca -KIRLIA ?!" nada santai pada suara Hector digantikan oleh kejutan yang menghampirinya.
"A-ada apa Kirlia ?" Hector mencoba menguasai dirinya. Kenapa hanya perempuan ini yang selalu mengejutkanku, tanya batinnya dengan nada sarkasme yang terselip.
Tanpa banyak kata, Kirlia mendorong keranjang makanan yang telah disiapkannya ke Hector.
"Eh ?" Hector kebingungan.
"Aku jauh-jauh mencarimu hanya untuk membawakanmu makanan. Hargailah dengan memakannya." Kirlia berkata sambil melangkahkan kakinya.
"Kirlia."



"Apa?! Ayah berniat untuk -hmppprgh!" Lancelot membekap mulut Yemima sebelum putri kecil ini berkata lebih jauh. "Lihat, kan? Inilah alasan aku malas memberitahumu, Graci-"
"Yemima, Lancelot. Yemima." Graciella adalah nama yang berada dibelakang nama Yemima, diberikan oleh kakeknya. Nama yang tidak pernah digunakan orang-orang, kecuali Lancelot tentunya.
"Hm. Ya, ya. Intinya, bukannya aku tidak memercayaimu. Tetapi reaksimu itu yang kukuatirkan." Lancelot berkata sambil menadahkan kepalanya ke tangannya.

and that's when we're starring at the sunset
beautiful colors and warm atmosphere
blows away your worries, just let it sweeps you
and when the night has come
you will feel so much better
cause the ray of city sunset takes away, you sad

Lagu yang disenandungkan Yemima mengiri bersitan cahaya dan kehangatan yang dipendarkan matahari senja. Bulatan oranye besar namun cantik, menghiasi Soleil castle pada sore itu.

"Jadi... Itu adalah lagu tentang matahari senja ini?" Lancelot memecahkan keheningan sambil menjatuhkan dirinya disebelah Yemima.
"Begitulah, Lance. Aku benar-benar berharap matahari senja ini dapat menghapus segala hal buruk."

Selasa, 22 Desember 2009

3

Dia dapat memainkan pedang dengan anggun dan gagah
Bukankah ia juga menguasai sihir ?
Kudengar dia sangat rendah hati
Hal yang pasti adalah ketampanan dan wibawanya
Dia juga bisa bermain piano ?
Pangeran tertampan di seluruh daratan Cavoria !

Begitu banyak informasi yang dapat diterima mengenai Pangeran Leonidas dari obrolan gadis-gadis di desa. Walaupun informasi tersebut belum terjamin kebenarannya. Mataku ini belum melihat kebenarannya, pikir Gabriella. Apakah dia sesempurna itu ? Seperti yang dikatakan orang-orang ? Begitu banyak pertanyaan yang hinggap di kepalanya. Terlebih sekarang, dimana sebentar lagi dia akan menghadapi Pangeran yang diidam-idamkan banyak perempuan. Pangeran dari Kerajaan Petir, Ledgetair.

"Suatu kehormatan untuk dapat berkunjung ke sini, Raja Eduard" Raja Phidias menunjukan kegembiraannya sambil menjabat tangan pemimpin kerajaan Matahari ini.
"Kehormatan yang sama ada padaku untukmu datang berkunjung, Raja Phidias"
Senyum kecil terulas di wajah pemimpin kerajaan petir itu saat berbisik kepada Raja Eduard, "Terlebih karena kita memiliki maksud lain dalam pertemuan ini selain berbincang."
"Selamat malam, Raja Eduard."
Salam yang singkat itu keluar dari pangeran kerajaan petir, Leonidas, sambil membungkuk terhadap raja Eduard.

Kenapa juga harus aku yang menemani putra Raja Phidias saat ayah berbincang dengannya?, Gabriella masih berpikir. Keanggunan menghampirinya dengan balutan gaun biru yang dipakainya. Tetapi rupanya putri sulung ini masih mendekam di kamarnya.
Tok. Tok.
Suara ketukan datang. Tetapi datang dari jendela kamarnya. Ah, bagaimana bisa? Kamarku terletak dilantai atas. Perlahan Gabriella berjalan menuju jendelanya. Tok.
Batu! Ia melihat sebuah batu kecil -kerikil, dilemparkan ke jendela.
Setelah dia berada di ambang jendela, ia baru dapat melihat bahwa yang melemparkan batu adalah, Ruffalo !
Segera Gabriella membuka jendelanya, setengah berbisik, ia berseru, "Ada apa, Ruffalo? Mengapa malam-malam be-"
"Sst." Ruffalo mendesis. Segera ia meraih tanaman merambat yang tumbuh disekitar jendela kamar Putri Gabriella, dan memanjatnya.
Apa? batin Gabriella berseru.

Sesampainya di kamar sang putri, Ruffalo menepis debu di pakaiannya dan menjulurkan tangannya sambil setengah membungkuk di depan Gabriella. Masih dengan tanda tanya, Gabriella meraih tangan Ruffalo, "Ada apa, Ruffalo? Apakah terjadi sesuatu sampai kau datang melalui jendela, bukan melalui pintu?" tanya sang putri.
"Bagaimana mungkin aku menemuimu melalui pintu, yang dijaga ketat, saat kau mau bertemu dengan pangeran dari negara lain?"
Bingung, Gabriella menjawab, "Memangnya kenapa, Ruffalo? Aku hanya akan menemaninya minum teh sementara ayah berbicara bisnis dengan Raja Phidias."
"Bisnis? Yakinkah engkau putri bahwa beliau hanya ingin berbicara bisnis?"
Hmph. Harus kuakui kali ini Ruffalo benar. Kalau hanya bisnis yang dibicarakan, Yemima dan Hector seharusnya ikut menemaniku, batin Gabriella berbisik. Jangan-jangan ini adalah...

Tok. Tok.
Kali ini pintu kamarnya yang berbunyi.