"Kirlia? Kirlia?!" dalam sekejap, Hector panik.
Hector langsung beranjak dari duduknya.
Sang pangeran melihat keseleruhan pantai Seichna.
Seichna adalah pantai kecil yang terletak di pelosok Suncreano. Dibandingkan pantai Arckageigh yang ramai, luas dan lebih mudah diakses.
Walau begitu, keindahan Seichna telah mengalihkan perhatian Hector dari Arckageigh.
Dan sekarang, dalam hitungan detik, Hector hanya ditemani Seichna seorang.
Tiba-tiba dengan uniknya, angin mengitari sekelilingnya dan gulungan ombak kecil menghampiri kakinya.
"Kirlia. Jangan bermain-main." suara Hector menegang seiring angin yang mengibasi rambutnya. Angin tersebut bertambah kencang dan menghembuskannya ke wajahnya dalam seketika.
Beberapa saat kemudian, derap kaki kuda mengisi telinganya.
"Hector! Jangan diam saja! Waktu makan malam hampir tiba." Kirlia, yang sedang memegang tali kekang Versil, dengan santai membangunkan Hector dari kepanikannya.
Senyum polos mengembang di wajah Kirlia.
Menggelengkan wajah dengan kesal, Hector mengejar Versil yang sudah berputar arah, menuruti Kirlia.
Jumat, 26 Maret 2010
Selasa, 23 Maret 2010
6
Tidak ada yang tahu kenapa tempat ini selalu diselimuti kegelapan. Sekuat-kuatnya matahari memancarkan sinarnya, kegelapan tetap ada. Satu-satunya suara dalam ruangan itu hanyalah gema langkah kaki.
"Siria. Berhentilah mengitari ruangan ini." Suara lelaki yang berat dan penuh otoriter menghentikan suara langkah itu.
"Aku hanya ingin tahu apa yang akan terjadi nanti. Aku tahu aku telah menyetujuinya, tetapi..." Siria berkata dengan lirih.
"Selamat sore, Putri Gabriella." Ucap pangeran Leonidas sambil mengecup tangan sang Putri. Mengangguk dan tersenyum kecil, Gabriella membungkuk, "Suatu kehormatan untuk dapat menemani Pangeran Leonidas melewati sore ini."
"Kehormatan yang sama ada padaku." Leonidas berkata sambil membantu Gabriella menyusuri tangga.
Percakapan santai dan kasual mengiringi malam Leonidas dan Gabriella. Batin Gabriella menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang menyenangkan.
"Sudahkah saatnya kita kembali untuk makan malam, Gabriella?" Tanya Leonidas sambil menyusuri padang rumput Bracillo.
"Ya, sebentar saja kita terlambat dan Cornelia tidak akan memberikan kita hidangan utama." Gabriella tertawa kecil.
Perlahan Leonidas membawa Gabriella kembali ke istana dengan menggenggam tangan sang putri. Mereka melewati gudang perkakas, tempat peristirahatan dan istal.
Dari jauh dapat terlihat ada cahaya lentera di istal dan Gabriella tahu persis siapa yang ada disana.
"Siria. Berhentilah mengitari ruangan ini." Suara lelaki yang berat dan penuh otoriter menghentikan suara langkah itu.
"Aku hanya ingin tahu apa yang akan terjadi nanti. Aku tahu aku telah menyetujuinya, tetapi..." Siria berkata dengan lirih.
"Selamat sore, Putri Gabriella." Ucap pangeran Leonidas sambil mengecup tangan sang Putri. Mengangguk dan tersenyum kecil, Gabriella membungkuk, "Suatu kehormatan untuk dapat menemani Pangeran Leonidas melewati sore ini."
"Kehormatan yang sama ada padaku." Leonidas berkata sambil membantu Gabriella menyusuri tangga.
Percakapan santai dan kasual mengiringi malam Leonidas dan Gabriella. Batin Gabriella menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang menyenangkan.
"Sudahkah saatnya kita kembali untuk makan malam, Gabriella?" Tanya Leonidas sambil menyusuri padang rumput Bracillo.
"Ya, sebentar saja kita terlambat dan Cornelia tidak akan memberikan kita hidangan utama." Gabriella tertawa kecil.
Perlahan Leonidas membawa Gabriella kembali ke istana dengan menggenggam tangan sang putri. Mereka melewati gudang perkakas, tempat peristirahatan dan istal.
Dari jauh dapat terlihat ada cahaya lentera di istal dan Gabriella tahu persis siapa yang ada disana.
Senin, 22 Maret 2010
5
Deg. Jantung Gabriella berdetak.
Oh sial, kutuknya dalam hati.
"Putri, apakah anda sudah siap? Pangeran Leonidas ingin bertemu dengan mu." pengawal pribadi Putri Gabriella mengumumkan hal tersebut.
"Aku berkunjung di waktu yang salah?" pertanyaan yang sebenarnya pernyataan dibisikan Ruffalo.
"Oh, bagus. Kau baru menyadarinya. Tak bisakah kau sadari lebih awal, sehingga kau memilih waktu yang lebih tepat?" Gabriella bergumam kesal.
"Itu karena-" Ruffalo berkata sangat halus dan penuh dengan keraguan.
"Maafkan aku, Ruffalo. Tapi bisakah kita lanjutkan ini nanti?" mata sang Putri meminta pengertian Ruffalo.
Menghela nafas untuk mengumpulkan dirinya sendiri, Ruffalo akhirnya berkata, "Baiklah, Putri. Dalam dongeng ini , apakah aku akan melompat keluar melalui jendelamu dengan gagah, atau bersembunyi diantara gaunmu, Gabriella?"
Gabriella merengut, "Kau pikir aku akan mengijinkanmu untuk berbuat bodoh seperti melompat dari ketinggian? Masuklah ke lemari ku, Ruffalo."
"Ya, ya, ya." Ruffalo bergumam malas.
Gabriella mendorong Ruffalo dan membukakan pintu lemari pakaiannya.
Ruffalo masuk dan duduk. Gabriella melemparkannya senyum kecil.
Sebelum tangan Gabriella meraih pintu lemari untuk menutupnya, Ruffalo menariknya, membawa Gabriella lebih dekat.
Dipisahkan sejauh hitungan milimeter saja, mereka terdiam dalam waktu yang cukup lama.
Tok. Tok. Tok.
Ketukan pintu pengawal membangunkan mereka.
Ruffalo menarik pintu dari dalam dan meninggalkan Gabriella di kamarnya sendiri.
"Ya, tunggu!" seru Gabriella.
Menarik nafas dalam-dalam, ia mempersiapkan dirinya untuk bertemu Pangeran Kerajaan Petir.
Suara Hector menghentikan langkah Kirlia.
Keheningan kembali menyergap mereka.
"Berisirahatlah sejenak disini, Kirlia." Hector memecahkan keheningan.
Ia menarik Kirlia mendekat ke arah air dan mengajaknya untuk duduk.
Ragu, Kirlia ikut terduduk di samping pangerannya.
Selama beberapa saat, mereka hanya terdiam menikmati sekitarnya dalam keheningan yang menenangkan.
Tanpa sadar, Kirlia yang sedang memainkan jemarinya mengeluarkan percikan api yang berwarna, senada dengan langit senja yang terbentang dihadapan mereka.
"Jadi... Kau dapat menggunakan sihir?" kata Hector memastikan.
Kirlia mengangguk kecil, "Sihir mengalir dalam darahku."
"Dan mengapa kau tida-"
"Belajar dengan Merlin? Arthur melarangku. Demi kesehatanku katanya." potong Kirlia dengan senyuman kecil.
"Mungkin aku dapat meyakinkan Arthur... Kalau kau dapat meyakinkanku." Hector berkata dengan senyum angkuhnya.
Mata Kirlia berbinar, "Dan bagaimana caraku meyakinkanmu, Pangeran? Mengubahmu menjadi katak?"
"Asal kau menciumku kembali menjadi manusia, kurasa tidak masalah." kata Hector, menjaili Kirlia.
Tiba-tiba percikan yang muncul di tangan Kirlia bertambah besar dan banyak.
Angin lalu juga bergabung dengan percikan itu, menyelubungi tubuh Kirlia.
Dan menghilangkannya dalam sekejap.
"Kirlia?" Hectorpun panik.
Senin, 18 Januari 2010
City Sunset
you noticed the lyrics that Yemima sang in chapter 4 ? created by Andisa, here's the full version !
beautiful isn't it ?
ask her to hear the music ! tee-hee !
when the wind blows
when your heart blooms
when the sky is red
flush away, you mad
when the city sleeps
when we buy our needs
when we think about tomorrow
forgetting the sorrow
and that's when we're starring at the sunset
beautiful colors and warm atmosphere
blows away your worries, just let it sweeps you
and when the night has come
you will feel so much better
cause the ray of city sunset takes away, you sad
beautiful colors and warm atmosphere
blows away your worries, just let it sweeps you
and when the night has come
you will feel so much better
cause the ray of city sunset takes away, you sad
beautiful isn't it ?
ask her to hear the music ! tee-hee !
Jumat, 01 Januari 2010
Greetings
Merry Christmas 2009
and
Happy New year 2010
I wish the best would come for you in this very new year ! Maaf ya postingnya ga rajin, i'll do better this 2010 ! Seneng banget deh ada yang baca Suncreano Kingdom. Semoga pembacanya makin banyak dan aktif dalam mengomentari dan lainnya. Sebenernya malah pingin banget dikomentari biar kita tau bahwa ada yang baca dan ngikutin voting dan lainnya. Thank you soooooo much ! We'll improve ! ! Love you all !
Rabu, 23 Desember 2009
4
Derap kuda. Debur ombak. Kepak sayap burung walet.
Tidak ada lagi yang dapat menenangkan pikiranku, pikir Hector.
Hector memang selalu tinggal dalam keramaian. Sebagai putra mahkotam begitu banyak pria yang menantangnya dan wanita yang mengerumuninya. Ditambah juga dengan dua kakak perempuan yang terlampau berisik, menurut pendapatnya. Dan kehidupan di Soleil Castle selalu diselimuti keramaian dan kemeriahan.
Bukannya Hector tidak suka. Hector sudah terbiasa sampai-sampai ia menyukai keramaian itu sendiri dan menyatu dengannya. Tetapi saat sepasang ayah dan anak mengatakan hal yang tertanam dalam-dalam, dia membutuhkan ketenangan untuk mencerna kata-kata tersebut. Atau menghilangkannya dari pikiranku, bisik batin Hector.
"Versil, bagaimana menurutmu ?" tanya Hector kepada kuda kesayangannya. Versil adalah kuda jantan putih yang bersurai perak.
"Yakinkah kau dapat mengerti dengusan dan ringikannya ?" tanya suara yang terlalu sering hadir di kepalanya sehingga ia tidak menyadari kehadirannya.
"Pertanyaan yang bagus. Tetapi aku yakin Versil akan memberiku ide dengan ca -KIRLIA ?!" nada santai pada suara Hector digantikan oleh kejutan yang menghampirinya.
"A-ada apa Kirlia ?" Hector mencoba menguasai dirinya. Kenapa hanya perempuan ini yang selalu mengejutkanku, tanya batinnya dengan nada sarkasme yang terselip.
Tanpa banyak kata, Kirlia mendorong keranjang makanan yang telah disiapkannya ke Hector.
"Eh ?" Hector kebingungan.
"Aku jauh-jauh mencarimu hanya untuk membawakanmu makanan. Hargailah dengan memakannya." Kirlia berkata sambil melangkahkan kakinya.
"Kirlia."
"Apa?! Ayah berniat untuk -hmppprgh!" Lancelot membekap mulut Yemima sebelum putri kecil ini berkata lebih jauh. "Lihat, kan? Inilah alasan aku malas memberitahumu, Graci-"
"Yemima, Lancelot. Yemima." Graciella adalah nama yang berada dibelakang nama Yemima, diberikan oleh kakeknya. Nama yang tidak pernah digunakan orang-orang, kecuali Lancelot tentunya.
"Hm. Ya, ya. Intinya, bukannya aku tidak memercayaimu. Tetapi reaksimu itu yang kukuatirkan." Lancelot berkata sambil menadahkan kepalanya ke tangannya.
Lagu yang disenandungkan Yemima mengiri bersitan cahaya dan kehangatan yang dipendarkan matahari senja. Bulatan oranye besar namun cantik, menghiasi Soleil castle pada sore itu.
"Jadi... Itu adalah lagu tentang matahari senja ini?" Lancelot memecahkan keheningan sambil menjatuhkan dirinya disebelah Yemima.
"Begitulah, Lance. Aku benar-benar berharap matahari senja ini dapat menghapus segala hal buruk."
Tidak ada lagi yang dapat menenangkan pikiranku, pikir Hector.
Hector memang selalu tinggal dalam keramaian. Sebagai putra mahkotam begitu banyak pria yang menantangnya dan wanita yang mengerumuninya. Ditambah juga dengan dua kakak perempuan yang terlampau berisik, menurut pendapatnya. Dan kehidupan di Soleil Castle selalu diselimuti keramaian dan kemeriahan.
Bukannya Hector tidak suka. Hector sudah terbiasa sampai-sampai ia menyukai keramaian itu sendiri dan menyatu dengannya. Tetapi saat sepasang ayah dan anak mengatakan hal yang tertanam dalam-dalam, dia membutuhkan ketenangan untuk mencerna kata-kata tersebut. Atau menghilangkannya dari pikiranku, bisik batin Hector.
"Versil, bagaimana menurutmu ?" tanya Hector kepada kuda kesayangannya. Versil adalah kuda jantan putih yang bersurai perak.
"Yakinkah kau dapat mengerti dengusan dan ringikannya ?" tanya suara yang terlalu sering hadir di kepalanya sehingga ia tidak menyadari kehadirannya.
"Pertanyaan yang bagus. Tetapi aku yakin Versil akan memberiku ide dengan ca -KIRLIA ?!" nada santai pada suara Hector digantikan oleh kejutan yang menghampirinya.
"A-ada apa Kirlia ?" Hector mencoba menguasai dirinya. Kenapa hanya perempuan ini yang selalu mengejutkanku, tanya batinnya dengan nada sarkasme yang terselip.
Tanpa banyak kata, Kirlia mendorong keranjang makanan yang telah disiapkannya ke Hector.
"Eh ?" Hector kebingungan.
"Aku jauh-jauh mencarimu hanya untuk membawakanmu makanan. Hargailah dengan memakannya." Kirlia berkata sambil melangkahkan kakinya.
"Kirlia."
"Apa?! Ayah berniat untuk -hmppprgh!" Lancelot membekap mulut Yemima sebelum putri kecil ini berkata lebih jauh. "Lihat, kan? Inilah alasan aku malas memberitahumu, Graci-"
"Yemima, Lancelot. Yemima." Graciella adalah nama yang berada dibelakang nama Yemima, diberikan oleh kakeknya. Nama yang tidak pernah digunakan orang-orang, kecuali Lancelot tentunya.
"Hm. Ya, ya. Intinya, bukannya aku tidak memercayaimu. Tetapi reaksimu itu yang kukuatirkan." Lancelot berkata sambil menadahkan kepalanya ke tangannya.
and that's when we're starring at the sunset
beautiful colors and warm atmosphere
blows away your worries, just let it sweeps you
and when the night has come
you will feel so much better
cause the ray of city sunset takes away, you sad
Lagu yang disenandungkan Yemima mengiri bersitan cahaya dan kehangatan yang dipendarkan matahari senja. Bulatan oranye besar namun cantik, menghiasi Soleil castle pada sore itu.
"Jadi... Itu adalah lagu tentang matahari senja ini?" Lancelot memecahkan keheningan sambil menjatuhkan dirinya disebelah Yemima.
"Begitulah, Lance. Aku benar-benar berharap matahari senja ini dapat menghapus segala hal buruk."
Selasa, 22 Desember 2009
3
Dia dapat memainkan pedang dengan anggun dan gagah
Bukankah ia juga menguasai sihir ?
Pangeran tertampan di seluruh daratan Cavoria !
Begitu banyak informasi yang dapat diterima mengenai Pangeran Leonidas dari obrolan gadis-gadis di desa. Walaupun informasi tersebut belum terjamin kebenarannya. Mataku ini belum melihat kebenarannya, pikir Gabriella. Apakah dia sesempurna itu ? Seperti yang dikatakan orang-orang ? Begitu banyak pertanyaan yang hinggap di kepalanya. Terlebih sekarang, dimana sebentar lagi dia akan menghadapi Pangeran yang diidam-idamkan banyak perempuan. Pangeran dari Kerajaan Petir, Ledgetair.
"Suatu kehormatan untuk dapat berkunjung ke sini, Raja Eduard" Raja Phidias menunjukan kegembiraannya sambil menjabat tangan pemimpin kerajaan Matahari ini.
"Kehormatan yang sama ada padaku untukmu datang berkunjung, Raja Phidias"
Senyum kecil terulas di wajah pemimpin kerajaan petir itu saat berbisik kepada Raja Eduard, "Terlebih karena kita memiliki maksud lain dalam pertemuan ini selain berbincang."
"Selamat malam, Raja Eduard."
Salam yang singkat itu keluar dari pangeran kerajaan petir, Leonidas, sambil membungkuk terhadap raja Eduard.
Kenapa juga harus aku yang menemani putra Raja Phidias saat ayah berbincang dengannya?, Gabriella masih berpikir. Keanggunan menghampirinya dengan balutan gaun biru yang dipakainya. Tetapi rupanya putri sulung ini masih mendekam di kamarnya.
Tok. Tok.
Suara ketukan datang. Tetapi datang dari jendela kamarnya. Ah, bagaimana bisa? Kamarku terletak dilantai atas. Perlahan Gabriella berjalan menuju jendelanya. Tok.
Batu! Ia melihat sebuah batu kecil -kerikil, dilemparkan ke jendela.
Setelah dia berada di ambang jendela, ia baru dapat melihat bahwa yang melemparkan batu adalah, Ruffalo !
Segera Gabriella membuka jendelanya, setengah berbisik, ia berseru, "Ada apa, Ruffalo? Mengapa malam-malam be-"
"Sst." Ruffalo mendesis. Segera ia meraih tanaman merambat yang tumbuh disekitar jendela kamar Putri Gabriella, dan memanjatnya.
Apa? batin Gabriella berseru.
Sesampainya di kamar sang putri, Ruffalo menepis debu di pakaiannya dan menjulurkan tangannya sambil setengah membungkuk di depan Gabriella. Masih dengan tanda tanya, Gabriella meraih tangan Ruffalo, "Ada apa, Ruffalo? Apakah terjadi sesuatu sampai kau datang melalui jendela, bukan melalui pintu?" tanya sang putri.
"Bagaimana mungkin aku menemuimu melalui pintu, yang dijaga ketat, saat kau mau bertemu dengan pangeran dari negara lain?"
Bingung, Gabriella menjawab, "Memangnya kenapa, Ruffalo? Aku hanya akan menemaninya minum teh sementara ayah berbicara bisnis dengan Raja Phidias."
"Bisnis? Yakinkah engkau putri bahwa beliau hanya ingin berbicara bisnis?"
Hmph. Harus kuakui kali ini Ruffalo benar. Kalau hanya bisnis yang dibicarakan, Yemima dan Hector seharusnya ikut menemaniku, batin Gabriella berbisik. Jangan-jangan ini adalah...
Tok. Tok.
Kali ini pintu kamarnya yang berbunyi.
Bukankah ia juga menguasai sihir ?
Kudengar dia sangat rendah hati
Hal yang pasti adalah ketampanan dan wibawanya
Dia juga bisa bermain piano ?Pangeran tertampan di seluruh daratan Cavoria !
Begitu banyak informasi yang dapat diterima mengenai Pangeran Leonidas dari obrolan gadis-gadis di desa. Walaupun informasi tersebut belum terjamin kebenarannya. Mataku ini belum melihat kebenarannya, pikir Gabriella. Apakah dia sesempurna itu ? Seperti yang dikatakan orang-orang ? Begitu banyak pertanyaan yang hinggap di kepalanya. Terlebih sekarang, dimana sebentar lagi dia akan menghadapi Pangeran yang diidam-idamkan banyak perempuan. Pangeran dari Kerajaan Petir, Ledgetair.
"Suatu kehormatan untuk dapat berkunjung ke sini, Raja Eduard" Raja Phidias menunjukan kegembiraannya sambil menjabat tangan pemimpin kerajaan Matahari ini.
"Kehormatan yang sama ada padaku untukmu datang berkunjung, Raja Phidias"
Senyum kecil terulas di wajah pemimpin kerajaan petir itu saat berbisik kepada Raja Eduard, "Terlebih karena kita memiliki maksud lain dalam pertemuan ini selain berbincang."
"Selamat malam, Raja Eduard."
Salam yang singkat itu keluar dari pangeran kerajaan petir, Leonidas, sambil membungkuk terhadap raja Eduard.
Kenapa juga harus aku yang menemani putra Raja Phidias saat ayah berbincang dengannya?, Gabriella masih berpikir. Keanggunan menghampirinya dengan balutan gaun biru yang dipakainya. Tetapi rupanya putri sulung ini masih mendekam di kamarnya.
Tok. Tok.
Suara ketukan datang. Tetapi datang dari jendela kamarnya. Ah, bagaimana bisa? Kamarku terletak dilantai atas. Perlahan Gabriella berjalan menuju jendelanya. Tok.
Batu! Ia melihat sebuah batu kecil -kerikil, dilemparkan ke jendela.
Setelah dia berada di ambang jendela, ia baru dapat melihat bahwa yang melemparkan batu adalah, Ruffalo !
Segera Gabriella membuka jendelanya, setengah berbisik, ia berseru, "Ada apa, Ruffalo? Mengapa malam-malam be-"
"Sst." Ruffalo mendesis. Segera ia meraih tanaman merambat yang tumbuh disekitar jendela kamar Putri Gabriella, dan memanjatnya.
Apa? batin Gabriella berseru.
Sesampainya di kamar sang putri, Ruffalo menepis debu di pakaiannya dan menjulurkan tangannya sambil setengah membungkuk di depan Gabriella. Masih dengan tanda tanya, Gabriella meraih tangan Ruffalo, "Ada apa, Ruffalo? Apakah terjadi sesuatu sampai kau datang melalui jendela, bukan melalui pintu?" tanya sang putri.
"Bagaimana mungkin aku menemuimu melalui pintu, yang dijaga ketat, saat kau mau bertemu dengan pangeran dari negara lain?"
Bingung, Gabriella menjawab, "Memangnya kenapa, Ruffalo? Aku hanya akan menemaninya minum teh sementara ayah berbicara bisnis dengan Raja Phidias."
"Bisnis? Yakinkah engkau putri bahwa beliau hanya ingin berbicara bisnis?"
Hmph. Harus kuakui kali ini Ruffalo benar. Kalau hanya bisnis yang dibicarakan, Yemima dan Hector seharusnya ikut menemaniku, batin Gabriella berbisik. Jangan-jangan ini adalah...
Tok. Tok.
Kali ini pintu kamarnya yang berbunyi.
Langganan:
Postingan (Atom)